Cari

bulan

Februari 2016

#FEBRUARIMENULIS 29 (2) : Februari Benar Berakhir!

Selamat tanggal 29. Selamat kabisat bagi yang merayakan.

Ini adalah tulisan benar untuk mengakhiri bulan Februari, #FEBRUARIMENULIS. Mengakhiri tantangan Siska. Tapi sepertinya tidak akan berakhir mudah seperti itu saja. Saya mempersiapkan untuk tantangan dadakan selanjutnya. Ya bersiap saja, tak ada salahanya juga.

Sekali lagi saya akan menulis rasa saya di Februari. Sebentar saya harus menulis kabar bahagia ini. Mas Leonardo akhirnya dapat piala Oscar. Selamat bung! Penantian berbuah manis seperti menunggu durian Ucok jatuh.

Kembali ke Februari. Februari ini menjadi bulan menulis bagi saya, bulan menguji konsistensi untuk kesekian kalinya. Nyari ide, nggak punya ide, Typo, salah judul, ngambek nggak mau nulis, pemakluman diri, itulah Februari saya. Dari menulis kata “hahaha” sampai menulis “bajingan” , itulah Februari saya. Mengutip judul film dari Mbak Nindi, Februari saya penuh gula-gula usia. Walaupun beda makna.

Pelajaran menulis, saya dapat di usia 28 tahun. Saya sangat beruntung dalam masa hidup saya, saya melakukan kegiatan tulis menulis dalam waktu satu bulan. Ini bekal saya untuk ketemu Pram di akhirat nanti.

Ya, Februari. Bulan penuh belantara kata, rimba rasa. Sekali lagi, terima kasih Februari, terima kasih Siska. Salam Desa!

#FEBRUARIMENULIS27: AH!

Jumat telah menyesatkan kalender saya. Dengan riang kemarin saya nulis seolah Februari berakhir. Jumat kemarin seperti lega yang mengharu biru bagi saya, bagi #FEBRUARIMENULIS.

Ternyata saya belum sepenuhnya rela dan tertarik menulis setiap hari. 😦

Salam maaf.

#FEBRUARIMENULIS29: Februari Berakhir

“Doakan aku sukses ya di Jakarta” itulah pamitan saya pada orang di kampung halaman saat akan berangkat merantau ke Jakarta.

“Doakan saya, semoga saya sukses di desa” itulah kalimat pamitan yang akan  saya katakan pada teman-teman di Jakarta, tak lama lagi.

Dua kalimat ini membayang di kepala saat saya mulai ngaduk bubur ayam tadi pagi. Sangat disesalkan, karena dua kalimat itu, lidah lupa merekam enaknya bubur ayam yang hanya 8 ribu sajah! Asli itu murah untuk ukuran Jakarta! Harta karun!

Baiklah apalah guna penyesalan, mari lanjut ke kalimat-kalimat di awal yang tadi saya tulis. Ada hal unik dalam dua kalimat tersebut. Perbedaan hanya ada pada keterangan tempat, tapi artinya sangat jauh berbeda. Bagi saya.

Sukses di Jakarta dan sukses di desa, bagi saya adalah hal yang berbeda. Sukses di Jakarta adalah sukses secara Financial, sedangkan sukses di desa adalah sukses lahir dan batin. Sukse lahir. Oh betapa enaknya hidup dengan oksigen yang begitu segar dan bersih. Oh betapa bahagianya berpergian lancar tanpa ada kemacetan. Sukses batin, bagian ini adalah cara saya merasakan bahwa saya menjadi manusia. Saat membantu masyarakat desa dengan pengetahuan yang saya punya, disitulah saya merasa menjadi manusia. Migunani Tumraping Liyan. Oh betapa lega batin ini.

Februari ini sungguh berkesan dan berasa. Berkesan karena harus dituntut menulis setiapa hari (kenyataannya banyak bolongnya). Berasa, karena banyak hari di bulan Februari saya mengumpat pada konsistensi, kemudian konsistensi mengumpat pada diri saya dan akhirnya saya menulis.

Sampai jumpa Februari. Terima kasih telah mencambuk saya untuk menulis. Terima kasih kamu (sok misterius asu’us).

#FEBRUARIMENULIS24: Mengusahakan

Malam ini saya ngobrol dengan Siska lewat Line Call. Dua hari sudah Siska sudah di Bogor mengharap proyek pertanian dengan kelompok Inagri.

“… Semua itu tergantung kamu mengusahakannya do.” Kalimat ini sungguh bergetar di hati saya. Jadi sejarah kalimat itu muncul berawal dari ajakannya untuk bertemu di Bogor sabtu besok. Dengan pertimbangan pekerjaan saya menggantung ajakannya. Dan kalimat ajaib itu muncul. Beuh!

#FEBRUARIMENULIS23: Ada Apa Dengan Pasar?

Dari kemarin saya sedang bingung dengan orang-orang yang berlomba menciptakan pasar (Market Place) baru atau daur ulang. Banyak orang sedang menggebu-gebu membuat pasar Online dan Offline.

Para pembuat pasar online menciptakan misi membawa pembeli dan penjual dalam sebuah pasar tanpa batas fisik. Belanja jadi gampang. Lihat saja, Bukalapak, OLX, Elevania, Tokopedia dan beberapa pasar online lainnya sedang ramai tumbuh bersama dengan semangat memindahkan proses jual beli, pembeli dan penjual dalam tempat maya.

Pasar Offline. Banyak orang-orang yang sedang menggebu-gebu juga membuat dan mengkreasikan pasar fisik, pasar yang fisik dengan gaya lama tapi sentuhan baru. Pasar yang membawa kembali penjual dan pembeli bertemu, tatap muka, berbicara dan saling mengenal. Sebut saja Pasar Papringan di Temanggung, Pasar Sasen di Sleman, Pasar Organik di Jogja, Pasar Jajan Sanur, di Bali. Para pembuat mengusung beberapa semangat dan isu-isu terkini dan tujuan mulia lainnya.

Engagement? (lanjut besok)

 

 

#FEBRUARIMENULIS21-22: Tulisan Untuk Pak Entit

Malam ini saya ingin bercerita tentang penjual nasi goreng paling enak (menurut saya) di Temanggung. Masyur di era tahun 90-an sampai 2000-an. Pak Entit sang legenda rasa.

Ceritanya lanjut besok ya… Ngantuk nih.


 

Okelah kita lanjut. Entah dari tahun berapa pak Entit mulai jualan, siapa nama aslinya, asalnya dari mana saya nggak tahu, dan belum ada kemauan mencari tahu, karena saya belum selo juga. Mungkin kalau situ  ada yang tahu, bisa kasih tahu saya ya!

Pak Entit itu maha unik. Saat jaman sudah dimakan lampu, ia masih pasrah pada terang lampu teplok. Saat gerobak sudah berjalan dengan roda, ia masih setia dengan gerobak pikul yang jauh dari bobrok.

“Antri sewidak pitu (67)  mas!” Kalimat menjengkelkan itu selalu muncul saat saya  tanya “Antri piro pak?” Dalam hati saya teriak “ASU!”

Saya jengkel, karena saya nggak tahu dia dalam meditasi memasak atau dalam lawakan era milenial. Mukanya lempeng. Itu hal terkampret yang pernah saya alami.Tanpa meneteskan kata, saya balas dia. Tremos dan kertas catatan pesanan saya taruh saja di gerobaknya. Lalu saya tinggal melenggang brutal.

Tremos stenlis mulai saya gagahi. Membuka tutup dan menyiapkan hidung adalah prosesi. Aroma gurih kaldu ayam dan wangi bawang yang lembut… oh Gusti… nikmatnya hidup yang kau beri.   Hah, tak sadar. Dalam seporsi bakmi godhog pak Entit kutemukan rasa sang pencipta yang jarang kutemui di gedung agama.

Selamat jalan pak Entit, amalmu besar di surga. Terima kasih telah mengenalkan saya pada rasa dan pada sang pencipta.

 

#FEBRUARIMENULIS20: Nulis Sembarang

Ucigifidicivkvlvovkfu jvjvivivovobo dydhdwysicovogjfjfufujcjckvkgofo jcocgofockvlddtyuioollmnbbcxzdftreeryy vkvkvkckdjduf

#FEBRUARIMENULIS17-18: Sitting Is New Smoking

Kok tiba-tiba capek banget ya. Saya lanjutin besok ya. Aseli capek banget hari ini.

Selamat malam, selamat beristirahat dengan selamat. Apasih!


Okelah saya lanjutin. Jadi kemarin saya nonton film “The Intern” yang dibintangi oleh Dek Anne Hathaway dan mbah Robert De Niro. Nah dalam satu adegan tante Fiona yang diperankan oleh Rene Russo bilang ke Robert De Niro

“… Sitting is new smoking”

Begitu denger langsung menengok kedalam. Hasu! Lah saya setiap hari kerjanya duduk mulu, ngerokok lagi… kombinasi yang seksi nan cantik dalam sebuah penderitaan kehidupan. Hsssshhhhhh…

Memaknai hal tersebut, saya jadi pengen bergegas pulang dan bermain di Kandangan bersama teman-teman sukarelawan. Mondar-mandir, loncat, angkat-angkut, haha… hihi. Nggak monoton melipat pantat! Terpaku di monitor, terjerat di kursi. Oh Temanggung, Oh desa! Kaulah masa depan!

#FEBRUARIMENULIS16: Dan Masih Mentok!

Rasanya di otak berasa kosong kaya kontrakan baru. Tetapi sesekali dan sekilas ide-ide berlompatan. Samar. Apakah kalian juga pernah mengalami hal yang sama? Tolonglah jawab, bahwa kalian juga pernah mengalami hal yang sama, agar saya berasa manusia, seperti kalian.

Saya suka naik motor sambil setengah sadar (JANGAN DITIRU) melihat jalanan dan menerawang liar. Saya kadang merasa, “apakah ini rasanya Out of Body?” Yah apapun itu saya suka, karena saya merasa kaya saat dalam keadaan tersebut. Kaya akan pikiran, kaya akan ide, walaupun hanya sedikit yang terwujud. Melihat spakbor motor depan, sambil membayangkan apapun… oh sungguh nikmat. Jalanan dan perjalanan selalu menyajikan kejutan yang menawan. Tetapi sering kesal, saat sampai rumah, ide yang tadi kepikiran indah hilang tanpa pamit. Bedebah! Sejenak saya membutuhkan semacam memory eksternal yang bisa menyimpan apa yang ada di otak.

Okelah, segitu saja saya ngelanturnya!

 

 

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Atas ↑